Yusuf Wibisono : ?Biarlah IDEAS menjadi Sedekah Dompet Dhuafa Untuk Bangsa?

Yusuf Wibisono ini merupakan Direktur Eksekutif ‘IDEAS’ (Indonesia Development and Islamic Studies), sebuah lembaga riset independen dari Dompet Dhuafa.

Seorang lelaki dengan baju hijau tengah duduk di meja kerjanya. Di hadapannya telah terbuka sebuah laptop untuk keperluan bekerja. Senyumnya mengembang ramah ketika ditemui untuk diwawancarai.

Pria yang memiliki nama lengkap Yusuf Wibisono ini merupakan Direktur Eksekutif ‘IDEAS’ (Indonesia Development and Islamic Studies), sebuah lembaga riset independen dari Dompet Dhuafa. Ia tidak hanya berprofesi sebagai Direktur Eksekutif IDEAS saja. Melainkan merangkap pula sebagai dosen dan staff peneliti di Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (FEUI).

Yusuf bergabung dan membentuk IDEAS sejak Juni 2015. Awal mula bergabungnya Yusuf ke dalam IDEAS ini berawal dari ajakan Ahmad Juwaini, Presiden Direktur Dompet Dhuafa. “Beliau memanggil saya, untuk mencoba dirumuskan bagaimana desain dari organisasi baru ini. Bagaimana visi dan misinya. Jadi kemudian saya set up pendirian IDEAS ini, dan sekaligus menjadi kepalanya yang pertama sampai sekarang,” ujar pria kelahiran Jakarta, 16 Januari1977.

Menurut Yusuf, IDEAS bermula dari pemikiran Ahmad Juwaini bahwa Dompet Dhuafa merupakan lembaga yang besar namun kurang memberikan pengaruh bagi pemerintah. “Jadi, Ahmad Juawaini berpikir bahwa Dompet Dhuafa merupakan organisasi yang besar. Kiprahnya juga diakui baik nasional maupun internasional. Pengaruhnya di masyarakat juga besar. Namun, impact ditataran kebijakan publik ternyata rendah. Sudah saatnya Dompet Dhuafa melebarkan pengaruh,” kata Yusuf. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka Dompet Dhuafa mendirikan lembaga riset IDEAS.

Ide dari Ahmad Juwaini disambut baik oleh Yusuf. Pasalnya, Yusuf pun memiliki impian yang serupa dalam mendirikan lembaga riset. Yusuf menjelaskan, “Secara pribadi, saya punya keinginan untuk memiliki lembaga riset, namun bukan yang akademis murni maupun yang pragmatis. Sehingga, hasil kajiannya pun bukan untuk jurnal ilmiah atau kepentingan donor, melainkan langsung dapat masuk ke ranah kebijakan publik.” Sehingga, hasil riset IDEAS nantinya ditujukan untuk publik demi kepentingan masyarakat, yang kemudian akan berpengaruh untuk pembuatan kebijakan.

Meskipun demikian, Yusuf mengungkapkan bahwa sebenarnya jenis riset seperti ini justru seharusnya menjadi ranahnya Pemerintah. Namun, di sisi lain Pemerintah juga perlu partner untuk melakukan riset ini. Sehingga, dibutuhkan lembaga think tank yang selama ini tidak begitu diperhatikan. Bagi Indonesia sendiri, Yusuf memiliki pandangan tersendiri akan lembaga think tank yang dibutuhkan, “Negeri ini butuh untuk lembaga think tank yang berbasiske-Indonesiaan dan keislaman. Ke-Indonesiaan yaitu lebih kepada publik, sedangkan keislaman disebabkan mayoritas penduduk Indonesia merupakan muslim. Sekitar 90% penduduk Indonesia ialah muslim.” “Jika berbicara kemiskinan di Indonesia misalkan,” tambah Yusuf, “maka mayoritas masyarakat yang miskin jelas merupakan orang muslim, karena sebagian besar masyarakatnya muslim. Begitu juga jika bicara mengenai degradasi moral di Indonesia. Maka yang paling banyak mengalami degradasi moral tentunya muslim juga.”

Berbicara kemiskinan ini juga, saat ini IDEAS akan mengeluarkan hasil riset mengenai Pro-poor Budget Review  dari RAPBN 2016. Menurut Yusuf, kemiskinan di Indonesia pun merupakan kemiskinan strukural, bukan karena nasib. “Karena dimiskinkan oleh sistem,” kata Yusuf. Dengan adanya IDEAS ini pun, diharapkan permasalahan mengenai kemiskinan dan sebagainya yang secara tidak langsung terkait pula dengan masalah keumatan dapat berkurang. Terlebih lagi, menurut Yusuf salah satu harapan terbesar umat Islam dunia ada di Indonesia, “Prasyarat utama nya ialah umat Islam di Indonesia harus bangkit. Salah satunya dengan kebijakan yang berpihak ke umat Islam”.

Meskipun lembaga riset ini didirikan oleh Dompet Dhuafa, namun Yusuf Wibisono telah menekankan pada Ahmad Juwaini bahwa lembaga riset yang tidak dapat ditarik untuk kepentingan Dompet Dhuafa. “Biarlah ini (IDEAS) menjadi sedekah Dompet Dhuafa untuk bangsa,” kata Yusuf. Ia berharap bahwa IDEAS ini akan berfokus kepada riset mengenai kebijakan publik, sehingga akan bermanfaat bagi bangsa dari segi masukkan untuk pembuatan kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa IDEAS memiliki fokus yang jelas dalam hasil risetnya.

Pendirian IDEAS ini bukan berarti tidak menemui tantangan. Yusuf berpendapat tantangan yang dihadapi oleh IDEAS terdiri dari dua hal. Pertama, mengenai Sumber Daya Manusia dan pembiayaan. Sumber Daya Manusia yang dimiliki IDEAS saat ini belum banyak dan agak sulit untuk mencari SDM yang tepat untuk IDEAS. “Orang pintar itu banyak, namun ini kan masalah minat. Banyak yang memenuhi syarat sebagai peneliti namun tidak memiliki minat dalam bidang ini. Adapula yang memiliki minat namun mohon maaf, kompetensinya belum mumpuni. Jadi yang dibutuhkan ialah akademisi yang berjiwa aktivis,” ujarnya sambil tersenyum. Masalah pembiayaan juga menjadi tantangan bagi IDEAS ini, sebab untuk melakukan riset memang tidak membutuhkan dana yang sedikit. Tantangan lainnya ialah diseminasi dan publisitas. “Kita memang belum menjalani ini (diseminasi dan publisitas), namun saya sudah membayangkan bahwa hal ini akan terjadi. Begitu hasil riset ini keluar, maka yang dibutuhkan ialah bagaimana caranya agar riset ini dapat dibaca sebanyak mungkin. Terutama para pembuat kebijakan. Nah untuk itu, kita butuh jaringan diseminasi. Lembaga riset besar tentu dapat membuat seminar-seminar yang menarik dan juga di portal web nya pun akan bisa langsung diakses secara gratis. Karena mereka tidak lagi memikirkan bagaimana biaya yang dikeluarkan,” ucap Yusuf.

Yusuf berharap nantinya akan IDEAS akan menjadi lembaga yang besar, nantinya akan jelas struktur organisasinya baik. Selain itu, diharapkan IDEAS akan memiliki anggota yang banyak sehingga nantinya akan ada berbagai fokus kajian yang akan dipegang oleh peneliti utama. Yusuf berkata, “Diharapkan pula kedepannya, jika IDEAS menjadi lembaga yang besar, setiap bulannya akan mengeluarkan hasil riset yang berkaitan dengan kebijakan publik dan diseminarkan. Itu jangka panjangnya.” (Dompet Dhuafa/Diba Amalia)