Tingkatkan Kesejahteraan Guru melalui Budidaya Madu Kelulut (Bagian Dua)

KALIMANTAN TENGAH — Puji Siswanto melanjutkan, masing-masing log akan terlihat memiliki bentuk corong yang berbeda-beda. Perbedaan bentuk tersebut sebagai indikasi kesehatan koloni. Jika sekelompok koloni mendapatkan ancaman yang semakin besar dari luar, maka lebah akan berusaha mempertahankan dengan membangun corong yang lebih hitam dan lebih panjang.

“Log yang memiliki corong sedang dan tidak gelap adalah koloni yang sehat,” jelasnya.

Baca Sebelumnya: Tingkatkan Kesejahteraan Guru melalui Budidaya Madu Kelulut (Bagian Satu)

Ilmu-ilmu ini, imbuhnya, sebelumnya belum didapatkan sama sekali oleh kelima penerima manfaat. Dompet Dhuafa terus mengupayakan berbagai bentuk pendampingan terhadap para penerima manfaat hingga kelak benar-benar berdaya dan mandiri. Sampai sampai saat ini, ada 2 (dua) kali tahap pembinaan yang sudah dilakukan oleh Dompet Dhuafa kepada para penerima manfaat dengan menggandeng pihak-pihak luar. Di antaranya: (1) cara panen, perawatan, packaging, hingga marketing; dan (2) pecah koloni, termasuk cara mengecek ratu lebah, telur dan lainnya.

Bentuk corong salaj satu log
Lebah-lebah kelulut sedang menghinggapi bunga di sekitar kawasan Sekolah Sahabat Alam.

“Teknik pecah koloni adalah jika koloni yang sudah memiliki 2 (dua) ratu, maka kita lihat ratu mana yang lama dan yang baru. Ratu baru kita biarkan tetap di koloninya, sedangkan yang lama yang kita pindahkan di log baru. Hal ini karena ratu baru masih belum kuat dan masih labil, sehingga akan sangat rawan kabur jika langsung dipindahkan ke tempat yang baru,” terang Puji menjelaskan.

Sedangkan rentang waktu panen budidaya madu ini adalah berkisar antara 15-18 hari. Atau dalam satu bulan bisa panen sebanyak 2 (dua) kali. Sejak pertama pembibitan koloni hingga sekarang, setiap log rata-rata sudah pernah dipanen sebanyak 4 (empat) kali. Setiap 1 (satu) log pada sekali panen, dapat menghasilkan rata-rata 500 ml. Maka dalam sekali panen dengan jumlah 110 log, dapat menghasilkan hingga 50 liter. Beberapa log bahkan dikatakan pernah menghasilkan 1 (satu) liter lebih pada sekali panen.

Hasil madu yang sudah dikemas dan siap jual di-branding dengan nama Central Borneo Honey. Terdapat 3 (tiga) macam bentuk kemasan, yaitu kemasan 100 ml, 250 ml, dan 500 ml. Untuk harga jual di pasaran, Dompet Dhuafa mematok harga Rp60.000,- (enam puluh ribu rupiah) untuk kemasan 100 ml, Rp120.000,- (seratus dua puluh ribu rupiah) untuk kemasan 250 ml, dan Rp240.000,- (dua ratus empat puluh ribu rupiah) untuk kemasan 500 ml.

Para siswa kelas 6 Sekolah Sahabat Alam mendapat amanah mengelola 10 log di depan ruang kelasnya.
Nampak kawasan Sekolah Sahabat Alam Palangkaraya

Dari hasil penjualan, para peternak (penerima manfaat) mendapatkan 25 persen bagian. Dengan mengelola sebanyak 20 log, masing-masing peternak mampu mendapatkan income sebesar Rp500.000,- hingga Rp1.000.000,- per bulannya. Sejauh ini, penjualan yang diakomodir oleh Dompet Dhuafa, per bulannya bisa mencapai kisaran Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

“Sementara ini, para peternak setelah panen, mengumpulkan hasil panennya ke DD Kalteng. Kemudian kami yang memasarkannya, kemudian dilakukan bagi hasil. Ke depannya, Dompet Dhuafa akan berupaya menjadikan produksi ini memiliki legal usaha, sehingga selain mampu bersaing di pasar yang lebih luas, juga nantinya bisa lebih mandiri menjadi bentuk koperasi bersama milik mereka sendiri,” jelas Puji. (Dompet Dhuafa / Muthohar)

Baca Lanjutannya: Tingkatkan Kesejahteraan Guru melalui Budidaya Madu Kelulut (Bagian Tiga)