Menerapkan gaya hidup seperti yang dilakukan Nabi Muhammad Saw sebisa mungkin harus masuk dalam bucket list kita semasa hidup. Termasuk mencontoh bagaimana Nabi berias diri setiap hari. Satu hal yang paling disukai Rasul adalah memakai wewangian atau parfum, khususnya saat beliau hendak beribadah. Karenanya, memakai wewangian dalam Islam menjadi sunah dan bagian dari ibadah yang wajib kita teladani.
Imam Malik rahimahullah pernah berkata, “Sunah bagai kapal Nabi Nuh alaihissalam, barangsiapa yang menaiki kapal tersebut maka ia akan selamat dan barangsiapa yang tidak menaikinya akan tenggelam”. Maka, sebagai muslim yang baik kita perlu menerapkan apa yang juga diterapkan Nabi Muhammad dalam kehidupannya, termasuk memakai wewangian. Namun sebelum menerapkannya, kita perlu tahu terlebih dahulu bagaimana sejarah pemakaian wewangian dalam Islam.
Wewangian dalam Islam
Wewangian memiliki peran penting dalam kebudayaan Islam selama berabad-abad lamanya. Mulai dari memakai minyak wangi saat hendak ibadah, membakar dupa sebagai pengharum ruangan, hingga pengembangan parfum dan attar yang rumit oleh cendekiawan muslim. Dan satu hal yang menjadi alasan mengapa wewangian penting dalam kebudayaan Islam adalah karena ini menjadi kesukaan Nabi Muhammad Saw.
Nabi terkenal dengan kecintaannya pada wewangian. Bahkan, Nabi secara teratur memakai parfum dan minyak wangi dalam kehidupan sehari-harinya. Beliau juga pernah bertutur, “Parfum adalah makanan surga”. Tradisi Islam mencatat, Nabi Muhammad menganjurkan pemakaian wewangian dalam kehidupan sehari-hari dan sebelum menjalankan ritual keagamaan.
Misalnya, Nabi Muhammad Saw biasa memakai parfum saat akan melaksanakan salat. Hal ini pun menjadi praktik keagamaan yang dianjurkan bagi umat Islam, yakni memakai parfum saat akan menghadiri salat Jumat. Pemakaian wewangian juga dianjurkan pada perayaan keagamaan lainnya seperti Idulfitri dan Iduladha.
Baca juga: Tren Marriage is Scary, Dampak Suami Tak Teladani Sifat Rasulullah dalam Pernikahan
Sejarah Wewangian dalam Budaya Islam
Pemakaian wewangian juga penting dalam tradisi keramahtamahan Islam. Pada masa Rasulullah, telah menjadi kebiasaan memberikan parfum atau minyak wangi kepada para tamu dengan tujuan untuk menyegarkan diri mereka setelah melakukan perjalanan panjang. Di sisi lain, pada masa itu, memberi hadiah berupa minyak wangi atau parfum juga menjadi bentuk penghormatan dan penghargaan.
Terlepas dari makna religius dan budayanya, wewangian juga memiliki tempat khusus dalam sejarah Islam. Zaman Keemasan Islam, yang terjadi antara abad ke-8 dan ke-13, merupakan periode kemajuan besar dalam ilmu pengetahuan, kedokteran, dan seni. Selama masa ini, para cendekiawan Islam memberikan kontribusi yang signifikan dalam bidang wewangian, termasuk pengembangan teknik penyulingan serta penemuan aroma dan wewangian baru.
Al Kindi pada abad ke-9 menulis Kitab Kimia Parfum dan Penyulingan yang berisi lebih dari 100 resep minyak wangi, air aromatik, dan jenis parfum lainnya. Ia juga menggambarkan Alembic (bahasa Arab) yang digunakan untuk penyulingan cairan. Alat ini masih digunakan hingga kini dalam bentuk yang lebih modern.
Ibnu Sina menulis tentang proses ekstraksi minyak dari bunga dengan cara penyulingan yang masih menjadi metode yang paling banyak digunakan saat ini. Ilmuwan Muslim seperti Jabir bin Hayyan dan Ar Razi juga bereksperimen dengan proses penyulingan untuk wewangian. Seni wewangian kemudian dihidupkan kembali di Barat setelah muslim berhasil menguasai Spanyol pada tahun 711 dan beberapa bagian Italia pada tahun 827.
Sunah Rasulullah
Melalui Al-Qur’an yang mulia, Allah Swt memerintahkan umat Islam untuk memakai wewangian sebelum menghadiri salat di masjid.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Sebuah hadis juga mencatat bahwa memakai wewangian adalah sunah Rasulullah Saw. Beliau menganjurkan umatnya untuk memakai wewangian sebelum melakukan ritual keagamaan.
“Diriwayatkan oleh Abu Sa’id, Nabi Muhammad Saw bersabda, ‘Mandi pada hari Jumat wajib bagi setiap laki-laki muslim yang telah mencapai usia balig dan juga menggosok gigi dengan siwak, dan penggunaan parfum jika ada’.” (HR. Ibnu Majah)
Nabi Muhammad Saw dikisahkan memiliki bau alami yang harum hingga keringatnya dijadikan parfum. Hal ini tergambar dalam riwayat Sayyidina Anas bin Malik ra yang direkam Imam Muslim dalam kitab shahihnya:
“Dari Anas bin Malik ra, beliau mengatakan: ‘Nabi Saw masuk ke rumah kami dan beliau qailulah (tidur siang) di tempat kami. Ketika tidur, Nabi berkeringat, kemudian ibuku datang membawa botol, dan keringat Nabi Muhammad Saw ditampung ke dalam botol itu. Kemudian ketika Nabi bangun dari tidurnya, beliau bertanya kepada ibuku: ‘Wahai Ummu Sulaim, apa yang sedang engkau perbuat?’. Ummu Sulaim menjawab: ‘Ini keringatmu wahai Rasulullah, aku jadikan minyak wangi. Dan ini adalah minyak wangi yang paling wangi’.” (HR Muslim)
Meski beliau memiliki aroma tubuh yang dinilai wangi oleh para sahabat dan orang-orang di sekitarnya, namun beliau tetap mengenakan wewangian untuk menghormati orang-orang terdekat dan orang-orang yang ditemuinya. Masyaallah … sungguh mulia adab beliau.
Kesukaan Nabi pada wewangian membuatnya tak pernah menolak hadiah berupa parfum. Nabi bahkan merekomendasikan umatnya untuk menjadikan parfum sebagai hadiah bagi satu sama lain.
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah berkata: ‘Jika seseorang ditawari parfum (hendaknya) jangan menolaknya karena memiliki aroma yang baik dan mudah dipakai’.” (HR. Muslim)
Baca juga: Ajaran Islam: Mengejar Kebahagiaan Boleh, Bermegah-megahan Tidak
Jenis Wewangian yang Dipakai Nabi
Wangi Musk
Di antara wewangian yang diriwayatkan Nabi Saw adalah musk. “Parfum terbaik adalah Musk.” (HR. An-Nasai)
Musk digunakan sebagai bahan dasar parfum dan diperoleh dari kelenjar rusa kesturi. Ini adalah salah satu produk hewani termahal di dunia. Saat dikeringkan, pasta berwarna coklat kemerahan berubah menjadi hitam dan berbutir. Ini akan memberikan bau yang menyenangkan setelah ditingtur dengan bahan-bahan tertentu.
Wangi Ambergris
“Rasulullah Saw menggunakan wewangian jenis ambergris.” (HR. An-Nasai)
Ambergris didapat dari sperma paus yang berwarna putih. Ia mengapung di laut dan setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun mengeras, berubah warna menjadi abu/hitam dan mengeluarkan aroma manis dan bersahaja. Ambergris sangat jarang dan hanya dapat diperoleh dari sperma paus dan hanya 1 persen saja. Para ilmuwan masih belum mengetahui secara pasti bagaimana ambergris terbentuk dan ini tidak bisa dipanen.
Wangi Gaharu
Ibnu Umar ra membakar gaharu sebagai dupa atau pengharum ruangan. Ia juga meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw melakukan hal yang sama. Nabi sangat menyukai wangi musk dan gaharu.
Gaharu sendiri menjadi dasar bagi beberapa parfum paling mahal. Riwayat Umar ra tersebut juga memberi tahu kita bahwa kelak kita akan menggunakan wewangian ini di surga.
Waktu dan Adab Memakai Wewangian
Waktu-waktu yang disunahkan untuk memakai wewangian atau parfum antara lain saat:
- Salat tahajud
- Suami yang hendak mendatangi istri
- Menghadiri pertemuan-pertemuan keagamaan
- Hari Jumat
- Memandikan jenazah
- Mendatangi masjid
- Selesai menstruasi (untuk wanita)
Agama Islam menganjurkan agar wanita tidak memakai wewangian atau parfum yang harumnya terlalu kuat saat bepergian keluar rumah. Sebab, aroma tersebut akan memengaruhi indra dan dikhawatirkan dapat membangkitkan perhatian yang tidak diinginkan. Namun, apabila hanya di rumah saja, para perempuan dibebaskan untuk memakai wewangian apa pun yang disukai.
Memakai parfum atau wewangian mungkin hanya sebuah kebiasaan biasa. Namun, memakai wewangian dalam Islam dengan tujuan meneladani sunah berpotensi mendatangkan pahala. Para ulama juga berpendapat bahwa mengenakan wewangian dihitung sebagai amal dan sebagai bentuk kasih sayang terhadap orang-orang di sekitar kita.
Perlu diingat, wewangian atau parfum yang kita gunakan tak boleh mengandung alkohol yang berlebihan. Selama campuran alkohol dalam wewangian digunakan untuk menjaga kebaikan (pengawet minyak wangi), maka hal itu diperbolehkan dan dimaafkan. (RQA)