Bantuan Sembako untuk Marmiatun: Saya Merasa Tak Sendiri Hadapi Tantangan Hidup

Marmiatun tersenyum lebar setelah menerima paket sembako dari Kitabisa dan Dompet Dhuafa.

MADIUN, JAWA TIMUR — Pagi itu, Selasa (24/09/2024), sinar matahari hinggap di dahi secara perlahan, tanda waktu telah menyentuh pukul sembilan. Di sebuah lapangan depan Aula Yayasan Pondok Pesantren Ali Imron Sembilan Sembilan, RT 14 RW 05 Desa Ketawang, Kecamatan Dolopo, masyarakat mulai berdatangan. Sebagian dari mereka adalah paruh baya dengan kerutan yang mulai menghiasi wajah. Sebagian lagi mengenakan kebaya dan kain tradisional.

Sebanyak 114 anak yatim dan dhuafa berkumpul di sana untuk menerima 174 paket bantuan sembako dari Kitabisa, mitra digital Dompet Dhuafa. Marmiatun salah satunya, wanita paruh baya berusia 54 tahun. Dengan langkah yang pelan namun penuh harap, Marmiatun bergegas menuju aula yang menjadi pusat penyaluran bantuan sembako.

Bahagia Marmiatun tersenyum lebar setelah menerima paket sembako dari Kitabisa dan Dompet Dhuafa.
Bahagia Marmiatun tersenyum lebar setelah menerima paket sembako dari Kitabisa dan Dompet Dhuafa.

Setibanya di sana, ia melihat tumpukan sembako yang terdiri dari minyak goreng, beras, dan beberapa kebutuhan pokok lainnya. Di balik garis-garis kerut wajahnya, tersimpan rasa syukur yang mendalam. Marmiatun, seorang ibu rumah tangga, yang menggantungkan harapan rezekinya dari pekerjaan sang suami sebagai buruh tani.

Nasib buruh tani tergantung pada pekerjaan; saat ada, rezeki mengalir, namun saat tiada, kantong pun sepi. Ketika ada kerjaan, suaminya hanya mendapatkan upah sebesar Rp50 ribu, dalam sehari.

“Kalau ada kerjaan, ya kerja, kalau nggak ya sudahlah cukup. Nggak kemana-mana gitu kalau nggak ada kerja, maksudnya ya nganggur,” terang Marmiatun.

Baca juga:Dompet Dhuafa Salurkan Paket Sembako, Sasar Wanita Pengumpul Barang Bekas

Dari uang yang diberikan sang suami, Marmiatun bisa membeli hingga lima kilogram beras. Namun, jika sedang tak ada pekerjaan, ia hanya mampu membeli satu atau dua kilogram, cukup untuk bertahan sehari demi sehari.

Musim kemarau membuat pekerjaan semakin jarang, berbeda dengan musim hujan yang membawa lebih banyak peluang. Tapi kini, ia lebih sering menganggur. Dalam kesederhanaan, uang yang datang selalu diutamakan untuk menyambung hidup, memenuhi meja makan dengan sayur dan nasi sederhana.

Bahagia Marmiatun dengan antusias membuka bantuan paket sembako yang telah diterimanya.
Bahagia Marmiatun dengan antusias membuka bantuan paket sembako yang telah diterimanya.

Tak hanya bergantung pada penghasilan suaminya. Ia juga berjuang mencari kerja serabutan demi menghidupi keluarganya. Jika ada pekerjaan, ia segera turun tangan, jika tidak ia pasrah menanti di rumah. Sesekali, ia membantu di toko-toko sembako, menimbang dan mengemas tepung beras. Meski sederhana, setiap jerih payahnya adalah usaha kecil demi memastikan dapur terus mengebul dan keluarganya tak kekurangan.

“Kadang saya juga nyari ke tetangga-tetangga, menawarkan diri biasanya ke tetangga-tetangga yang punya warung gitu yang memerlukan tenaga saya, siap dipanggil gitu,” tambahnya.

Dulu, saat anak-anak Marmiatun masih bersekolah, ia kerap menerima bantuan yang meringankan beban hidupnya. Bantuan beras dan kebutuhan lainnya datang dari desa dan sekolah, membantu keluarganya bertahan di masa-masa sulit.

Baca juga :Azizah, Ibu Tunggal yang Hidupi Anak-anaknya Lewat Sale Ikan

Paket sembako yang berisi minyak goreng, beras, tepung, gula dan beberapa kebutuhan pokok lainnya.
Paket sembako yang berisi minyak goreng, beras, tepung, gula dan beberapa kebutuhan pokok lainnya.

Bagi Marmiatun, pemberian sembako yang disalurkan Dompet Dhuafa ini bukan sekadar bahan pangan, melainkan harapan yang bisa menopangnya selama satu bulan ke depan. Di tengah kesulitan ekonomi yang sering membelit, bantuan ini seperti nafas segar yang ia nanti-nantikan.

“Alhamdulillah bersyukur kan udah dapatan 5 kilo beras kan jadi buat 5 hari. Kalau minyaknya kan jadi dua minggu, sekitar gitu lah perkiraan. Ya alhamdulillah jadi bisa awet buat beberapa hari, ibaratnya satu bulan tuh jadi sudah ada simpanan,” ujar Marmiatun sembari tersenyum sambil memperhatikan tumpukan sembako itu.

Meskipun terengah saat membawa paket sembako, wajah Marmiatun tetap dipenuhi dengan kebahagiaan.
Meskipun terengah saat membawa paket sembako, wajah Marmiatun tetap dipenuhi dengan kebahagiaan.

Saat ia mengangkat kantong sembako tersebut, terasa seolah ia tengah mengangkat beban hidup yang sedikit lebih ringan. Rasa senangnya bukan hanya karena ia bisa mencukupi kebutuhannya untuk sementara waktu, tetapi karena ia merasa tidak sendiri dalam menghadapi tantangan hidup. Ada secercah harapan bahwa kebaikan masih terasa, meski hidup penuh kesederhanaan, ia bisa terus bertahan dan mengisi hari-harinya dengan rasa syukur.

“Terima kasih banyak dapat bantuan dari Dompet Dhuafa, mudah-mudahan kalau nanti dapat lagi, ya bersyukur, kalau nggak ya nyari-nyari sendiri,” ungkap Marmiatun, polos.

Baca juga: Bantuan Panel Surya Menyala di Pedalaman Pulau Timor

Marmiatun sangat bersyukur atas bantuan ini, yang memungkinkannya menghemat kebutuhan pokok untuk satu bulan ke depan.
Marmiatun sangat bersyukur atas bantuan ini, yang memungkinkannya menghemat kebutuhan pokok untuk satu bulan ke depan.

Ketika Marmiatun berjalan pulang, ia tak hanya membawa sembako. Ia membawa pulang ketenangan dan keyakinan bahwa di setiap ujung kesulitan, selalu ada tangan-tangan yang peduli. Matahari membakar kulitnya yang sudah mulai menua, namun itu tak mengurangi semangatnya untuk tetap bersyukur dan berusaha.

Marmiatun dengan segala keterbatasannya berhasil menyekolahkan kedua anaknya hingga lulus SMA. Kini, anak-anaknya telah bekerja dan mulai membantu meringankan beban sang ibu. Bagi Marmiatun, melihat anak-anaknya mandiri adalah pencapaian terbesar, sebuah harapan yang kini terwujud setelah bertahun-tahun perjuangan tanpa lelah. (Dompet Dhuafa)

Teks dan foto: Anndini Dwi Putri
Penyunting: Dhika