Sudah Meninggal Dunia tapi Hutang Belum Lunas, Bagaimana Hukumnya?

Sudah-meninggal-tapi-hutang-belum-lunas

Berhutang dalam Islam memang diperbolehkan, asalkan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan dan mendesak. Apabila terpaksa berhutang, umat Islam diwajibkan untuk segera melunasinya dan tidak menunda-nunda, karena Allah Swt membenci perbuatan tersebut. Jika seseorang sengaja menunda membayar hutang padahal sudah mampu, maka Allah Swt akan membuat orang tersebut mengalami kesulitan hidup, seperti yang dikatakan Rasulullah Saw dalam hadis riwayat Ibnu Majah:

“Siapa saja yang mengambil harta orang lain (berhutang) seraya bermaksud untuk membayarnya, maka Allah akan (memudahkan) melunasinya bagi orang tersebut. Dan siapa saja yang mengambilnya seraya bermaksud merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan merusak orang tersebut.” (HR. Ibnu Majah)

Lantas, bagaimana dengan nasib orang yang sudah meninggal dunia, namun belum melunasi hutangnya? Apa konsekuensi yang akan dihadapinya di akhirat?

Baca juga: Wajibkah Membayar Zakat untuk Orang yang Terlilit Hutang

Ilustrasi kebingungan bagaimana apabila orang meninggal namun hutang belum lunas

Hukum Tidak Melunasi Hutang Sampai Meninggal Dunia

Apabila seorang Muslim meninggal dunia dalam keadaan masih berhutang, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah melunasi hutang tersebut dengan harta yang ia tinggalkan, sebelum dibagikan kepada ahli warisnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surah An-Nisa’ yang berbunyi:

“…(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya.” (QS An-Nisa’: 11)

Namun, bagaimana jika harta orang yang meninggal dunia tersebut tidak cukup untuk melunasi hutangnya di dunia? Keluarga atau kerabatnya boleh menolong orang tersebut dari jeratan hutang dengan membantu melunasinya. Perilaku tersebut sejalan dengan anjuran Rasulullah Saw bagi umat Muslim untuk menolong sesamanya dari kesulitan hidup.

Adapun balasan bagi orang yang menolong saudaranya adalah Allah akan melepaskan orang tersebut dari kesusahan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Selain itu, Allah juga menjanjikan akan menutup seluruh aib orang yang menolong saudaranya dan Allah akan memberikan pertolongan pada orang tersebut di hari kiamat.

Baca juga: Bayar Hutang dan Sedekah, Mana yang Lebih Utama?

Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:

“Dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Saw, beliau bersabda: “Barang siapa yang melepaskan seorang Muslim dari kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat, dan barang siapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat, dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat, dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba itu menolong saudaranya.”” (HR. At-Tirmidzi)

Balasan Orang Meninggal yang Meninggalkan Hutang

Namun demikian, hal di atas tidak boleh dijadikan alasan bagi seseorang untuk menunda-nunda menyelesaikan hutangnya hingga ia meninggal dunia. Sebab, orang yang sengaja melakukannya akan mendapatkan ganjaran yang berat di akhirat. Berikut balasan bagi orang yang sudah meninggal dunia, namun masih meninggalkan hutang:

1. Ruhnya Terambang Tanpa Kepastian

Menurut hadis Nabi Saw, ruh orang yang telah meninggal dunia namun masih meninggalkan hutang akan terambang di alam barzah. Menurut kitab Mirqatul Mafatih 5: 1948, apabila urusan hutangnya di dunia belum selesai, maka ia tidak dianggap sebagai orang yang binasa ataupun dianggap sebagai orang yang selamat.

“Ruh seorang mukmin (yang sudah meninggal) terkatung-katung karena hutangnya sampai hutangnya dilunasi.” (HR. At Tirmidzi no. 1079)

2. Dosa Tak Diampuni Sekalipun Mati Syahid

“Semua dosa orang yang mati syahid diampuni, kecuali hutang.” (HR. Muslim no. 1886)

Melansir muslim.or.id, dalam kitab Faidhul Qadir 6: 463, Al Munawi Rahimahullah menjelaskan bahwa semua dosa yang terkait dengan hak orang lain, baik dalam masalah darah, harta, kehormatan, semuanya tidak diampuni dengan status syahid, dan hal ini berlaku bagi orang yang mati syahid di darat. Adapun orang yang mati syahid di laut semua dosanya diampuni, termasuk masalah hutang, karena terdapat hadis khusus tentang hal ini. Selain itu, hal yang dibahas oleh hadis di atas adalah orang yang bermaksiat dalam hutangnya. Adapun orang yang berhutang dan sudah mampu untuk melunasi segera melunasinya dan dia tidak mangkir dari pelunasan, maka dia tidak akan tertahan untuk masuk ke surga, baik dia syahid atau tidak.

Baca juga: Doa Agar Bebas dari Utang, Diamalkan Sebelum Tidur

hukum-orang-yang-sudah-meninggal-tapi-hutang-belum-lunas

3. Kebaikan-Kebaikannya Dilimpahkan Pada Si Pemberi Hutang

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih punya hutang, maka kelak (di hari kiamat) tidak ada dinar dan dirham (uang) untuk melunasinya. Namun yang ada hanyalah kebaikan atau keburukan (untuk melunasinya).” (HR. Ibnu Majah no. 2414)

As-Sindi Rahimahullah dalam Hasyiah As Sindi ‘ala Sunan Ibnu Majah menjelaskan tentang maksud dari hadis di atas, yakni orang yang sudah meninggal tersebut akan diambil kebaikan-kebaikannya, dan akan diberikan kepada si pemberi hutang sebagai ganti dari hutangnya yang belum terbayar.

4. Terhalang Masuk Surga

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang meninggal dalam keadaan terbebas dari tiga hal, yakni sombong, ghulul (khianat), dan hutang, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah no. 1971)

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Saw bersabda: “Jiwa seorang mukmin itu tertahan oleh sebab hutangnya sampai hutang itu dilunasi.”” (Musnad Ahmad)

Dalam Mausuah Haditsiyyah Durar Saniyyah bimbingan Syaikh Alwi bin Abdil Qadir As-Segaf dijelaskan tafsir dari hadis tersebut. Kalimat “barang siapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya” merupakan kiasan dari kematian, lalu kalimat “dan dia terbebas dari tiga hal” berarti dia tidak terjerumus dalam salah satu perkara yang disebutkan atau dia pernah terjerumus, namun telah bertaubat dan mengembalikan hak kepada yang berhak menerimanya, dan kalimat terakhir “dia akan masuk surga” sesuai dengan artinya. Hal yang dimaksud hutang dalam hadis ini adalah mengambil harta orang lain karena suatu kebutuhan, kemudian meninggal dalam keadaan belum melunasinya. Apabila hal itu dilakukan, maka orang tersebut tidak akan masuk surga. Sebagian ulama mengatakan bahwa hal ini berlaku bagi orang yang mampu melunasinya, namun dia mangkir dari pelunasan.

Baca juga: Hukum Zakat di Tengah Utang

Doa Terhindar dari Hutang

Meskipun berhutang diperbolehkan dalam agama Islam, bukan berarti kita bisa berhutang dengan sesuka hati. Sebaliknya, umat Islam dianjurkan untuk menghindari hutang, karena hutang bisa menyebabkan kemudaratan dan menjadikan kita orang yang munafik. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita menahan diri untuk berhutang, kecuali jika keadaan sudah sangat mendesak. Agar dimudahkan dalam menghindari hutang, kita perlu senantiasa berdoa kepada Allah Swt, seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam hadis riwayat Bukhari Muslim dikisahkan bahwa Rasul senantiasa berdoa dalam salatnya agar terhindari dari lilitan hutang.

“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah berdoa dalam salat: “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan terlilit hutang.” Lalu ada seseorang yang bertanya: “Mengapa Anda banyak meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: Sesungguhnya seseorang apabila sedang berhutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya.”“(HR Bukhari Muslim).

Semoga kita terus senantiasa menjaga diri dan keluarga kita agar terhindar bahaya lilitan hutang yang dapat menghalangi masuk surga. Apabila kita masih ada tangguhan hutang, berazamlah untuk segera melunasinya. Kita tak pernah mengetahui sampai batas kehidupan yang diberikan Allah swt. Teruslah berbuat kebaikan dan menebar kebermanfaatan dimanapun kita berada.